MAKALAH
Tentang
EKOSISTEM
PERAIRAN/SUNGAI
DI SUSUN OLEH
NAMA: JIHAR AL GIFARI
QURATA
AYNI
ST.HARTINA
AGUS
SALIM
SAKINAH
SMKN 1
KOTA BIMA
TAHUN
AJARAN
2013/2014
KATA
PENGANTAR
Puji
Syukur Atas Kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kita dapat kumpul ruangan yang
sederhana ini salawat dan salam tidak
lupa pula kita samapaikan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan
menuju alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini
Kami
haturkan terimakasih kepada IBU WEIDURI YULIANTI M.Pdyang memberikan tugas ini sehingga dalam proses
belajar kelompok kami berhasil dalam
menyusun makalah ini
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
BAB II METODELOGI
1. Alat dan bahan
2. Prosedur kerja
3.
Bentuk fisik perairan
4.
Arah angin
BAB III
HASIL PEMBAHASAN
·
Ekosistem sungai
A.
Sungai menurut
jumlah airnya
B.
Sungai menurut
genetiknya
C.
Menejemen
Sungai
D.
Sungai dapat
kita bagi menjadi beberapa jenis berdasarkan pembentukannya, yaitu :
E.
Jenis-jenis
sungai berdasarkan kekekalan airnya
F.
Karakteristik
sungai
G.
Sungai menurut
terjadinya
H.
Proses yang terjadi disungai
I.
Struktur Sungai
J.
Peranan ekosistem bantaran sungai
BAB IV PENUTUP
·
Kesimpulan
·
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua
kata, yaituoikos yang artinya rumah atau tempat
hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun
interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita
mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.
Definisi ekologi seperti di atas, pertama kali disampaikan oleh Ernest
Haeckel (zoologiwan Jerman, 1834-1914). Ekologi adalah cabang ilmu biologi
yang banyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti
: kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Penerapan
ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di antaranya adalah penggunaan
kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama guna meningkatkan
produktivitas. Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme
dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip
yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut.
Dalam studi ekologi digunakan metoda
pendekatan secara rnenyeluruh pada komponen-kornponen yang berkaitan dalam
suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas,
dan ekosistem. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan
berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik
antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor
biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan
mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi
makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi
dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua
makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam
ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen,
dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. Faktor biotik juga meliputi
tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas,
ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan organisme makhluk hidup tersebut
dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu
sistemyang menunjukkan kesatuan. Secara lebih terperinci, tingkatan organisasi
makhluk hidup. Ada bermacam-macam adaptasi makhluk hidup terhadap
lingkungannya, yaitu: adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi, dan adaptasi
tingkah laku.
Ekologi perairan. Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu,
baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir)
seperti laut dan sungai maupunstatis (tergenang) seperti danau. Perairan ini
dapat merupakan perairan tawar, payau, maupun asin
(laut). Ekologi adalah ilmu
mengenai hubungan organisme dengan lingkungannya – mempelajari hubungan antara
tempat hidup organisme dan interaksi mereka dengan lingkungan secara alami atau
linkungan yang sedang berkembang. Ekologi
perairan adalah ilmu yang mempelajari hubungan organime dengan lingkungan
perairan.
1.2. Tujuan
Dalam penelitian tersebut kami memiliki tujuan tertentu
yaitu
a. Mengetahui kondisi lingkungan perairan
yang berada dilingkungan perairan
b. Mengetahui lingkungan fisik perairan
mulai dari arus, bentuk fisik perairan, dan arah angin
c. Mengetahui metodologi yang digunakan
dalm mengukur lingkungan fisik perairan
BAB II
METODOLOGI
2.1. Alat dan bahan
Dalam penelitian
tersebut kita mempunyai beberapa alat dan bahanya yaitu diantarannya bola pingpong 1 buah, meteran 1 buah, dan bambu 1 buah.
2.2. Prosedur kerja
Prosedur kerja arus dapat diketahui
dengan tekhnik pengukuran :
Pengukuran arus secara
insitu dapat dilakukan dengan dua metode, yakni metode Lagrangian dan Euler.
Metode Lagrangian adalah suatu cara mengukur aliran massa air dengan melepas
benda yang dihanyutkan kemudian mengikuti gerakan aliran massa air laut dan
catat lokasinya pada selang waktu tertentu.
Cara lain mengukur arus insitu
adalah dengan metode Euler. Pengukuran arus yang dilakukan pada satu titik
tetap pada kurun waktu tertentu. Cara ini biasanya menggunakan alat yang
disebut dengan Current Meter. Salah satu alat ukur arus dengan metode
Euler ditampilkan pada Gamb 1. Pada alat tersebut dilengkapi dengan sensor
suhu, conductivitas untuk mengukur salinitas, rotor untuk kecepatan dan kompas
magnetik untuk menentukan arah. Dengan alat ukur yang tetap posisinya, dicatat
kecepatan dan arah arus pada kolam air pada selang waktu tertentu.
b.
Pengukuran arus dengan satelit altimetri
Adanya perkembangan teknologi satelit
dewasa ini sangat memungkinkan untuk mengetahui tinggi muka laut atau topografi
muka laut. Salah satu satu satelit yang mampu untuk membedakan perbedaan tinggi
muka laut adalah Topex/Poseidon.
Satelit altimetri pada prinsipnya
mentransmisikan gelombang dengan panjang tertentu, kemudian dicatat waktu yang
dibutuhkan untuk menempuh jarak dari satelit ke permukaan laut dan kembali ke
reciever di satelit, sehingga jarak dari lintasa satelit ke muka laut
diketahui. Jarak yang lebih dekat saat muka laut lebih tinggi akan membutuhkan
waktu yang lebih pendek bila dibandingkan dengan saat muka laut lebih rendah.
Gambar. 2b menggambarkan tinggi rendah muka laut dan hasil analisis gerakan
massa air permukaan.
(a)
Satelit Topex-Poseidon, (b) hasil rekaman satelit Topex-Posaidon berupa peta
topografi uka laut
Pengaruh arus pada
dasar perairan yaitu pada dasar tanah yang berpasir adalah butiran lebih mudah
bergerak, morfologi berubah-ubah. Sedangkan pada tanah yang berlumpur yaitu
kehesif artinya butiran sulit berpindah, morfologi tak terbentuk serta ekef
perlambatan lemah. Pada muara sungai yaitu lumpur cair bergerak dengan
kecepatan rendah diatas dasar perairan yang keras.
Pada praktikum
lapang mata kuliah ekologi perairan mengenai ekosistem sungai yang dilaksankan
diperairan lingkungan kampus universitas sultan ageng tirtayasa prosedur kerja
dalam pengukuran arus yaitu dengan cara menggunakan media bola
pingpong yang dihanyutkan diperairan sungai dalam waktu sekitar 1
menit setelah itu diukur dengan
menggunakan meteran. Meteran berfungsi untuk mengukur
berapa panjang saat bola pimpong dihanyutkan pada posisi awal sampai posisi
terakhir setelah waktu 1 menit berakhir.
2.2.2. Bentuk fisik perairan
Bentuk fisik perairan sungai merupakan
suatu bentuk ekosistem aquatic yang mempunyai peran penting dalam daur
hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah
disekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh
karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan disekitarnya. Sebagai suatu
ekosistem, perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang
saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling
mempengaruhi. Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama
lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosistem
tersebut. Bentuk fisik perairan sungai ditinjau dari kedalaman, panjang sungai,
lebar sungai dan kondisi apa saja yang terdapat disungai serta sifat fisika dan
kimia perairan yang terdapat pada sungai tersebut. Begitupun bentuk fisik
perairan sungai yang terdapat dilingkungan perairan sungai kampus universitas
sultan ageng tirtayasa.
2.2.3. Arah angin
Angin terjadi
karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu udara pada suatu
daerah atau wilayah. Hal ini berkaitan dengan besarnya energi panas matahari
yang di terima oleh permukaan bumi. Pada suatu wilayah, daerah yang menerima
energi panas matahari lebih besar akan mempunyai suhu udara yang lebih
panas dan tekanan udara yang cenderung lebih rendah. Sehingga akan terjadi
perbedaan suhu dan tekanan udara antara daerah yang menerima energi panas lebih
besar dengan daerah lain yang lebih sedikit menerima energi panas, akibatnya
akan terjadi aliran udara pada wilayah tersebut.
Meskipun pada
kenyataan angin tidak dapat dilihat bagaimana wujudnya, namun masih dapat
diketahui keberadaannya melalui efek yang ditimbulkan pada benda – benda yang
mendapat hembusan angin. Seperti
ketika kita melihat dahan – dahan pohon bergerak atau bendera yang berkibar
kita tahu bahwa ada angin yang berhembus. Dari mana angin bertiup dan berapa
kecepatannya dapat diketahui dengan menggunakan alat – alat pengukur angin.
Alat–alat pengukur angin tersebut adalah :
1.
Wind vane,
yaitu alat untuk mengetahui arah angin.
2.
Windsock, yaitu
alat untuk mengetahui arah angin dan memperkirakan besar kecepatan angin.
Biasanya ditemukan di bandara – bandara.
3.
Anemometer,
yaitu alat yang mengukur kecepatan angin.
Prosedur kerja
arah angin yang dilakukan dalam praktikum ekologi perairan mengenai ekosistem
perairan sungai yaitu menggunakan media bola pingpong yang dihanyutkan diatas
permukaan air kemudian setelah 1 menit dapat diketahui arah anginnya mengarah
kemana dan setelah itu diukur panjangnnya dari tempat awal semula bola pingpong
dihanyutkan sampai pada saat tempat terakhir ketika waktu 1 menit
berakhir
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Ekosistem sungai
Sungai adalah perairan umum yang airnya mengalir terus
menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air permukaan yang diakhiri
bermuara ke laut. Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan
suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem-sistem terestrial
dan lentik. Ciri-ciri umum daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu
daerahnya pada umumnya mempunyai tofograpi makin bergelombang sampai
bergunung-gunung. Sungai adalah lingkungan alam yang banyak dihuni oleh
organisme. Zonasi pada habitat air mengalir adalah mengarah ke longitudinal,
yang menunjukkan bahwa tingkat yang lebih atas berada di bagian hulu dan
kemudian mengarah ke hilir.
Pada habitat air mengalir ini, perubahan-perubahan yang
terjadi akan lebih nampak pada bagian atas dari aliran air karena adanya
kemiringan, volume air atau komposisi kimia yang berubah. secara umum zonasi
habitat air mengalir, yaitu: Arus mempunyai arti penting untuk pergerakan ikan.
Arus yang searah dari hulu sangat penting untuk pergerakan ikan atau bahkan
menyebabkakn ikan-ikan bergerak aktif melawann arus, kea rah muara pergerakan
ikan dapat berlangsung dengan pasif maupun mengapung
Sungai merupakan salah satu unsur
penting dalam kehidupan manusia. Dan sungai merupakan salah satu sumber air bagi kehidupan
yang ada di bumi. Baik manusia, hewan dan tumbuhan semua makhluk hidup
memerlukan air untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sungai
mengalir dari hulu ke hilir bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang
rendah. Air sungai berakhir di laut sehingga air yang tadinya terasa tawar
menjadi asin terkena zat garam di laut luas.
Sungai adalah bagian dari permukaan bumi sebagai tempat air
tawar mengalir. Sungai terbentuk secara alami. Pada bagian kiri dan kanan
dibatasi oleh tanggul. Sungai bermuara ke rawa, danau, sungai lain, dan
akhirnya ke laut. Daerah tempat sumber air sungai mengalir disebut juga daerah
hulu sungai. Berdasarkan ciri yang tampak, aliran sebuah sungai terbagi atas
tiga bagian. Yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan bagian hilir atau muara.
·
Hulu Sungai
Adapun ciri-ciri bagian hulu sungai
adalah sebagai berikut :
1.
Arus sungai
deras.
2.
Arus erosi ke
dasar sungai besar (erosi vetikal).
3.
Lembah sungai
curam.
4.
Lembah sungai
berbentuk V.
5.
Tidak terjadi
pengendapan hasil erosi.
6.
Banyak ditemukan air terjun.
·
Tengah Sungai
Adapun
ciri-ciri bagian tengah sungai adalah sebagai berikut.
1.
Jarang dijumpai air terjun.
2.
Kecepatan
aliran sungai mulai berkurang.
3.
Mulai terjadi proses pengendapan
material yang dibawa oleh air sungai.
4.
Selain terjadi
erosi ke bawah juga terjadi erosi ke samping (erosi horizontal)
·
Hilir atau Muara
Adapun
ciri-ciri bagian hilir atau muara sungai adalah sebagai berikut.
1.
Kecepatan
sungai mulai lambat.
2.
Proses
pengendapan sangat intensif.
3.
Dibagian muara
sungai sering disebut delta.
Sungai merupakan salah satu bagian dari
siklus hidrologi. Air dalam sundai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti
hujan,embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa negara tertantu
air sungai juga berasal dari lelehan es / salju. Selain air, sungai juga
mengalirkan sedimen dan polutan. Kemanfaatan terbesar sebuah sungai adalah
untuk irigasi pertanian,
bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah,
bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai. Di Indonesia saat ini
terdapat 5.950 daerah aliran sungai (DAS).
Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti yang dikemukan Sandy (1985) adalah bagian
dari muka bumi yang dibatasi oleh topografi dan semua air yang jatuh mengalir
kedalam sungai, dan keluar pada satu outlet. Sedangkan kerapan sungai yang
dimaksudkan adalah ratio (perbandingan) jumlah panjang sungai dalam (km)
terhadap luas Daerah Aliran Sungai.
Pada tahun 1880 an seorang geologist berkebangssan
Amerika, William Davis Morris, berpendapat bahwa sungai dan lembahnya ibarat
organisme hidup. Sungai berubah dari waktu ke waktu, mengalami masa muda,
dewasa, dan masa tua. Menurut Davis, siklus kehidupan sungai dimulai ketika
tanah baru muncul di atas permukaan laut. Hujan kemudian mengikisnya dan
membuat parit, kemudian parit-parit itu bertemu sesamanya dan membentuk sungai.
Danau menampung air pada daerah yang cekung, tapi kemudian hilang sebagai
sebagai sungai dangkal. Kemudian memperdalam salurannya dan mengiris ke
dasarnya membentuk sisi yang curam, lembah bentuk V. Anak-anak sungai kemudian
tumbuh dari sungai utamanya seperti cabang tumbuh dari pohon. Semakin tuan
sungai, lembahnya semakin dlam dan anak-anak sungainya semakin panjang.
Robert
E. Horton, seorang consulting hydrolic engineer, mengklasifikasikan sungai
berdsarkan tingkat kerumitan anak-anak sungainya. Saluran sungai tanpa anaknya
disebut sebagai "first order". Sungai yang mempunyai satu atau lebih
anak sungai "first order" disebut saluran sungai "second
order". Sebuah sungai dikatakan "third order" jika sungai itu
mempunyai sekurang-kurangnya satu anak sungai "second order".
A. Sungai menurut
jumlah airnya
1. sungai
permanen - yaitu
sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini
adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan
Indragiri di Sumatera.
2. sungai periodik - yaitu sungai yang pada waktu
musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh
sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo,
dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah
Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.
3. sungai intermittent atau
sungai episodik - yaitu sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada
musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di
pulau Sumba.
4. sungai
ephemeral - yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat
musim hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis
episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu
banyak.
B. Sungai menurut
genetiknya
3. sungai obsekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya berlawanan
arah dengan sungai konsekwen
C.
Manajemen sungai
Sungai seringkali dikendalikan atau
dikontrol supaya lebih bermanfaat atau mengurangi dampak negatifnya terhadap
kegiatan manusia.
4. Badan sungai dapat dimodifikasi
untuk meningkatkan navigasi atau diluruskan untuk meningkatkan
rerata aliran.
Manajemen
sungai merupakan aktivitas yang berkelanjutan karena sungai cenderung untuk
mengulangi kembali modifikasi buatan manusia. Saluran yang dikeruk akan kembali
mendangkal, mekanisme pintu air akan memburuk seiring waktu berjalan,
tanggul-tanggul dan bendungan sangat mungkin mengalami rembesan atau kegagalan
yang dahsyat akibatnya. Keuntungan yang dicari dalam manajemen sungai
seringkali "impas" bila dibandingkan dengan biaya-biaya sosial
ekonomis yang dikeluarkan dalam mitigasi efek buruk dari manajemen yang
bersangkutan.
Sebagai
contoh, di beberapa bagian negara berkembang, sungai telah dikungkung dalam
kanal-kanal sehingga dataran banjir yang datar dapat bebas dan dikembangkan.
Banjir dapat menggenangi pola pembangunan tersebut sehingga dibutuhkan biaya
tinggi dan seringkali makan korban jiwa. Banyak sungai kini semakin
dikembangkan sebagai wahana konservasi habitat, karena sungai termasuk penting
untuk berbagai tanaman air, ikan-ikan yang bermigrasi, menetap, dan budidaya
tambak, burung-burung, serta beberapa jenis mamalia.
Morfologi sungai adalah ilmu yang mempelajari tentang
geometri (bentuk dan ukuran), jenis, sifat dan perilaku sungai dengan segala
aspek dan perubahannya dalam dimensi ruang dan waktu. Dengan
demikian, morfologi sungai ini akan menyangkut juga sifat dinamik sungai dan
lingkungannya yang saling terkait. Dua proses penting dalam sungai adalah erosi
dan pengendapan, yang dipengaruhi oleh jenis aliran air dalam sungai yaitu:
1.
aliran laminer:
jika air mengalir dengan lambat, partikel akan bergerak ke dalam arah
paralel terhadap saluran.
2.
aliran
turbulen: jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas, tengah, bawah, depan
dan belakang dalam saluran, sebagai akibat adanya perubahan friksi, yang
mengakibatkan perubahan gradien kecepatan. Kecepatan maksimum pada aliran
turbulen umunya terjadi pada kedalaman 1/3 dari permukaan air terhadap
kedalaman sungai.
Erosi terjadi pada dinding ataupun
dasar sungai dibawah kondisi aliran yang bersifat turbulen. Pengendapan akan
terjadi jika material yang dipindahkan jauh lebih besar untuk digerakkan oleh
kecepatan dan kondisi aliran. Pada kondisi aliran turbulen erosi akan terjadi
akibat terbawanya material dan pengendapan terjadi ketika hasil erosi tersebut
menuju ke arah bawah tidak terpindahkan lagi oleh aliran.
D. Sungai dapat
kita bagi menjadi beberapa jenis berdasarkan pembentukannya, yaitu :
1. Sungai Hujan
Sungai
hujan adalah sungai yang sumber airnya berasal dari air hujan yang berkumpul
membuat suatu aliran besar. Sungai-sungai yang ada di Indonesia umumnya adalah
termasuk ke dalam jenis sungai hujan.
2. Sungai Gletser
Sungai
gletser adalah sungai yang sumber airnya berasal dari salju yang mencair
berkumpul menjadi kumpulan air besar yang mengalir. Sungai membramo / memberamo
di daerah papua / irian jaya adalah salah satu contoh dari sungai gletser yang
ada di Indonesia.
3. Sungai Campuran
Sungai
campuran adalah sungai di mana air sungai itu adalah pencampuran antara air
hujan dengan air salju yang mencair.
E. Jenis-jenis sungai
berdasarkan kekekalan airnya
Berdasarkan
kekekalan airnya, sungai dibagi menjadi dua yaitu sungai episodik dan sungai
periodik.
1. Sungai Episodik
Sungai
episodik adalah sungai yang mengalir sepanjang tahun dengan debit air yang
stabil. Jenis sungai ini cocok digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik.
2. Sungai Periodik
Sungai periodik adalah sungai yang debit airnya tinggi
pada musim hujan dan rendah pada musim kemarau.
F.
Karakteristik sungai
Karakteristik sungai memberikan
gambaran atas profil sungai, pola aliran sungai dan genetis sungai, yang secara
rinci diuraikan sebagai berikut;
1.
Profil sungai
Berdasarkan perkembangan profil sungai (Lobeck, 1939;
Pannekoek, 1957 dan Sandy, 1985), dalam proses pengembangnnya mengalami tiga
taraf yaitu: Periode muda, terdapat di daerah hulu sungai, yang
mempunyai ketinggian relief yang cukup besar. Ciri spesifiknya terdapatnya
sayatan sungai yang dalam, disebabkan oleh penorehan air yang kuat dari air
yang mengalir cepat dan daya angku yang besar. Erosi tegak sering dijumpai,
sehingga lebah curam berbentuk huruf (V) sering juga ditemukan. Contoh yang
jelas di hulu Sungai Cipeles sekitar Cadas Pangeran. Periode dewasa,
dijumpai di bagian tengah sungai, yang dicirikan dengan pengurangan kecepatan
aliran air, karena ketinggian relief yang berkurang. Daya angkut berkurang, dan
mulai timbul pengendapan di beberapa tempat yang relatif datar. Keseimbangan
antara kikisan dan pengendapat mulai tampak, sehingga di beberapa tempat mulai
terjadi akumulasi material, arus akan berbelok-belok, karena endapan yang
mengeras, dan di tempat endapan inilah yang sering terjadi meander. Periode
tua, di daerah hilir dengan ketinggian rendah, yang dicirikan tidak terjadi
erosi tegak, dan daya angkut semakin berkurang, sehingga merupakan pusat-pusat
pengendapan. Tekanan air laut di bagian muara sungai sering menyebabkan delta.
2.
Pola Aliran
Cotton (1949), menyatakan bahwa letak, bentuk dan arah
aliran sungai, dipengaruhi ntara lain oleh lereng dan ketinggian, perbedaan
erosi, struktur jenis batuan, patahan dan ipatan, merupakan faktor-faktor yang
menyebabkan perbedaan bentuk genetik dan pola ungai. ola sungai adalah kumpulan
dari sungai yang mempunyai bentuk yang sama, yang apat menggambarkan keadaan
profil dan genetik sungainya (Lobeck, 1939; Katili (1950), an Sandy, 1985).
Lebih jauh dikemukakan bahwa ada empat pola aliran sungai yaitu:
a)
Pola denditrik,
bentuknya menyerupai garis-garis pada penampang daun, terdapat di truktur
batuan beku, pada pengunungan dewasa.
b)
Pola
retangular, umumnya terdapat di struktur batuan beku, biasanya lurus mengikuti
truktur patahan, dimana sungainya saling tegak lurus
c)
Pola trellis,
pola ini berbentuk kuat mengikuti lipatan batuan sedimen. Pada pola ini
erpadapt perpaduan sungai konsekwen dan subsekwen.
d)
Pola radial,
pola ini berbentuk mengikuti suatu bentukan muka bumi yang cembung, yang
merupakan asal mula sungai konsekwen. Pola radial dibagi dua yaitu :
1.
Sentri pugal
adalah pola aliran yang menyebar meninggalkan pusatnya. Pola aliran ini terdapat
didaerah gunung yang berbentuk kerucut
2.
Sentri petal
adalah pola aliran yang mengumpul menuju pusat. Pola ini terdapat didaerah
basin (cekungan)
e)
Pola anular
adalah pola aliran sungai yang membentuk sungai
f)
Pola pinate
adalah pola aliran dengan muara-muara anak sungainya membentuk sudut lancip
3. Genetik Sungai
Menurut Lobeck (1939), klasifikasi genetik sungai
dibedakan menjadi empat yaitu:
a)
Sungai
konsekwen, yaitu sungai yang bagian tubuhnya mengalir mengikuti kemiringan
lapisan batuan yang dilaluinya. Atau sungai yang alirannya searah dengan lereng.
Contoh S. Cipanas, Sungai Cacaban.
b)
Sungai
Subsekwen, yaitu sungai yang mengalir pada lapisan batuan yang lunak, dan
biasanya merupakan sungai yang tegak lurus terhadap sungai konsekwen.
c)
Sungai
Obsekwen, adalah sungai yang mengalir berlawanan dengan kemiringan lapisan
batuan, atau sungai yang mengalir dan berlawanan dengan sungai konsekwen.
d)
Sungai
antiseden, sungai yang mengalir melalui patahan, dengan adanya teras,
e)
Sungai
inkonsekuen, sungai yang arah alirannya tidak teratur.
f)
Sungai
resekuen, yaitu anak sungai subsekuen yang arah alirannya sejajar dengan sungai
konsekuen.
4. Tata Nama Sungai
Sandy (1985), membedakan nama bagian sungai menjadi empat
yaitu :
a)
induk sungai,
yang merupakan tumbuh sungai terpajang dan lebar mulai dari hulu sungai sampai
ke hilir sungai
b)
anak sungai
adalah cabang-cabang sungai yang menyatu dengan induk sungai,
c)
alur anak
cabang sungai, adalah cabang-cabang sungai yang menyatu dengan anak sungai, dan
d)
alur mati
(creek), adalah alur-alur di bagian teratas yang kadang kala berair apabila
hujan, dan pada waktu tidak ada hujan maka akan kering.
G. Sungai
menurut terjadinya
1.
Karena
perbedaan kadar garam/ berat jenis
2.
Karena angin
3.
Karena niveu/
beda tinggi permukaan
4.
Karena pengaruh
daratan/benua
5.
Karena
pengarauh pasang naik dan air surut
H. Proses yang terjadi disungai
a. Sedimentasi
Bagian dari zat terlarut diadsorbsi pada partikel tersuspensi yang dapat mengendap
pada dasar sungai, konstanta kecepatan reaksi tergantung dari kedalaman sungai
b. Resuspensi
Adalah kebalikan dari proses
sedimentasi, yaitu partikel terendap terlarut kembali.
c. Difusi
Difusi material pada dasar sedimen
adalah penting untuk oksigen terlarut, oksigen dapat dikonsumsi oleh benthic
dan reaksi kimia benthic, maka konsumsi oksigen oleh benthic biasanya diasumsi
konstan.
I.
Struktur Sungai
Menurut Forman dan Gordon (1983),
morfologi pada hakekatnya merupakan bentuk luar, yang secara rinci digambarkan
sebagai berikut;
Lebih jauh Forman (1983), menyebutkan
bahwa bagian dari bentuk luar sungai secara rinci dapat dipelajari melalui
bagian-bagian dari sungai, yang sering disebut dengan istilah struktur sungai.
Struktur sungai dapat dilihat dari tepian aliran sungai (tanggul sungai), alur
sungai, bantaran sungai dan tebing sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai
berikut:
1.
Alur dan
Tanggul Sungai
Alur sungai (Forman & Gordon, 1983; dan Let, 1985),
adalah bagian dari muka bumi yang selalu berisi air yang mengalir yang
bersumber dari aliran limpasan, aliran sub surface run-off, mata air dan air
bawah tanah (base flow). Lebih jauh Sandy (1985) menyatakan bahwa alur
sungai dibatasi oleh bantuan keras, dan berfungsi sebagai tanggul sungai.
2.
Dasar dan
Gradien sungai
Forman dan Gordon (1983), menyebutkan bahwa dasar sungai
sangat bervariasi, dan sering mencerminkan batuan dasar yang keras. Jarang
ditemukan bagian yang rata, kadangkala bentuknya bergelombang, landai atau dari
bentuk keduanya; sering terendapkan matrial yang terbawa oleh aliran sungai
(endapan lumpur). Tebal tipisnya dasar sungai sangat dipengaruhi oleh batuan
dasarnya. Dasar sungai dari hulu ke hilir memperlihatkan perbedaan tinggi
(elevasi), dan pada jarak tertentu atau keseluruhan sering disebut dengan
istilah “gradien sungai” yang memberikan gambaran berapa presen rataan
kelerengan sungai dari bagian hulu kebagian hilir. Besaran nilai gradien
berpengaruh besar terhadap laju aliran air.
3.
Bantaran sungai
Forman dan Gordon (1983) menyebutkan bahwa bantaran
sungai merupakan bagian dari struktur sungai yang sangat rawan. Terletak antara
badan sungai dengan tanggul sungai, mulai dari tebing sungai hingga bagian yang
datar. Peranan fungsinya cukup efektif sebagai penyaring (filter) nutrien,
menghambat aliran permukaan dan pengendali besaran laju erosi. Bantaran sungai
merupakan habitat tetumbuhan yang spesifik (vegetasi riparian), yaitu
tetumbuhan yang komunitasnya tertentu mampu mengendalikan air pada saat musim
penghujan dan kemarau.
4.
Tebing sungai
Bentang alam yang menghubungkan antara dasar sungai
dengan tanggul sungai disebut dengan “tebing sungai”. Tebing sungai umumnya
membentuk lereng atau sudut lereng, yang sangat tergantung dari bentuk
medannya. Semakin terjal akan semakin besar sudut lereng yang terbentuk. Tebing
sungai merupakan habitat dari komunitas vegetasi riparian, kadangkala sangat
rawan longsor karena batuan dasarnya sering berbentuk cadas.
Sandy (1985), menyebutkan apabila ditelusuri secara
cermat maka akan dapat diketahui hubungan antara lereng tebing dengan pola
aliran sungai.
Mencermati atas Gambar-I (Profil
Sungai), dapat ditelusuri bahwa struktur sungai pada hakekatnya merupakan
komponen (elemen) atau bagian dari morfologi sungai, yang meliputi badan
sungai, tebing sungai, bantaran sungai dan tanggul sungai. Bagian dari badan
sungai dapat diketahui gradien sungainya. Permukaan bumi menunjukkan adanya
relief, baik dalam sekala besar maupun kecil yang memungkinkan terjadinya
aliran dari hulu ke hilir. Bentuk dan lingkungan fisik sungai secara alamiah
terlihat sejak munculnya bumi keper mukaan. Air merupakan salah satu di antara
faktor-faktor penyebab terbentuknya sungai yang dipengaruhi oleh besaran curah
hujan, jenis batuan, dan ketinggian tepat. Curah hujan sebagai sumber air sungai,
jenis batuan dan ketinggian tempat sangat berpengaruh terhadap bentuk komunitas
vegetasi bantaran sungai, serta berpengaruh terhadap temperatur air sungai,
salinitas, dan tingkat kekeruhannya.
Mencermati atas uraian profil sungai,
dimana ada tiga taraf dalam proses pengembangnnya (periode muda, dewasa dan
tua), nampaknya apabila ditelusuri lebih jauh, akan memperlihatkan bentuk
struktur yang berbeda antara periode yang satu dengan lainnya. Hal ini terlihat
dari kenampakan seperti mengapa meader terjadi di bagian tengah atau dekat ke
hilir, delta selalu berada di daerah hilir, dan gerusan dasar sungai lebih
cenderung terjadi di gradien yang lebih besar presentase kelerengannya.
Demikian halnya terhadap pola aliran air yang nampaknya secara spesifik juga
akan memperlihatkan struktur yang berbeda antara pola yang satu dengan lainnya.
Hal ini mengingat bahwa terbentuknya pola aliran sungai sangat dipengaruhi oleh
dominansi batuan pembentunya (batuan beku dan atau batuan sedimen).
J.
Lingkungan Bio-fisik Sungai
1. Vegetasi Spesifik Bantaran Sungai
Jenis vegetasi riparian di Indonesia dari bagian hilir
sampai dengan bagian hulu cukup bervariasi, dan menurut Sandy (1985) sangat
dipengaruhi oleh batuan dasar dan ketinggian tempat.
2. Lingkungan Fisik Sungai
Menurut Sandy (1985), kedalaman sungai sangat tergantung
dari jumlah air yang tertampung pada alur sungai yang diukur dari penampang
dasar sungai sampai ke permukaan air. Level rataan dasar sungai pengukurannya
dirata-ratakan minimal dari tiga titik yang berbeda yaitu di bagian tengah dan
kanan kirinya.
a.
Debit sungai
adalah besaran volume air yang mengalir per satuan waktu. Volume air dihitung
berdasarkan luas penampang dikalikan dengan tinggi air. Sumber air sungai
terbesar berasal dari curah hujan, di bagian hulu umumnya curah hujannya lebih
tinggi, dibanding di daerah tengah dan hilir. Sumber lainnya berasal dari
aliran bawah tanah, yang dibedakan menjadi air sub surface runof, mata air dan
air bawah tanah (base flow). Pada musim penghujan, aliran bawah tanah bersumber
dari air hujan., yang masuk melalui peristiwa infiltrasi _ perkolasi. Air
perkolasi menuju ke lapisan air tanah dalam (ground water), namun sering ada
yang keluar kesamping (sub-surface runof). Air aliran samping ini sering
keluar pada waktu musim hujan dan atau musim kemarau, yang berbeda dengan
aliran bawah tanah yang akan keluar pada waktu musim kemarau. Secara umum,
temperatur air sungai secara horizontal dipengaruhi oleh ketinggian tempat
(elevasi). Sandy
(1985), mengemukakan bahwa di daerah-daerah hulu air sungai relatif dingin,
sedangkan di bagian tengah dan hilir semakin tinggi suhunya. Akan tetapi Cole
(1979), menyatakan bahwa selain pemanasan bersumber dari matahari, suhu air
sungai juga sering bersumber dari batuan kapur dan atau panas bumi. Tinggi
rendahnya temperatur air sungai, akan berpengaruh terhadap kehidupan (biota)
perairan sungai.
b.
Salinitas air
sungai, di bagian hulu dan tengah hampir jarang dipengaruhi oleh salinitas,
berbeda dengan di daerah hilir. Tingginya salinitas air sungai di
daerah hilir, disebabkan oleh pengaruh pasang surut air laut. Namun demikian
Lebeck (1939), menyatakan bahwa salinitas air baik di bagian hulu, tengah dan
hilir selain dipengaruhi oleh pengaruh air laut, juga dipengaruhi oleh
kandungan unsur hara yang bersifat basa.
c.
Muatan padatan
tersuspensi dan kekeruhan, menurut Sandy (1985) sangat dipengaruhi oleh musim.
Pada cwaktu musim penghujan kadungan lumpur relatif lebih tinggi karena besaran
laju erosi yang terjadi; sedangkan pada musim kemarau tingkat kekeruhan air
sungai dipengaruhi oleh laju aliran air yang terbatas menoreh hasil-hasil
endapan sungai.
K. Peranan ekosistem bantaran sungai
Seperti diungkapkan oleh Forman dan
Gordon (1985), bahwa bantaran sungai pada dasarnya merupakan habitat dari
vegetasi riparian. Dengan demikian menelaah peranan fungsi bantaran sungai,
bukan terbatas pada peranan fungsi fisiknya, namun demikian peranan fungsi
vegetasi riparian juga memberikan informasi yang cukup berperan dalam
mengungkap peranan fungsi jasa biologis dan hidrologisnya. Peranan fungsi jasa
biologis vegetasi riparian, disamping berfungsi sebagai penyaring (filter)
nutrien yang diangkut oleh aliran permukaan, juga mampu mengendalikan erosi.
Nutrien yang terbawa oleh aliran permukaan bersumber baik dari air hujan maupun
tanah yang tererosi. Dihambatnya aliran permukaan oleh tetumbuhan, maka
infiltrasi menjadi besar, hingga nutrien akan tersaring dan masuk kedalam tanah.
Demikian halnya akibat tertahannya air limpasasn maka besaran sedimen yang
terangkut oleh air limpasan menjadi terhambat dan diendapkan. Dengan demikian
daerah riparian umumnya kaya akan hara mineral tanah, dan merupakan habitat
(tempat) tumbuh dari berbagai jenis vegetasi yang mampu beradaptasi.
Di sisi lain peranan fungsi jasa
biologis vegetasi riparian juga mampu menyediakan berbagai sumber pakan satwa
liar, seperti burung, mamalia terbang, dan atau kehidupan lainnya. Selain jasa
biologis pepohonan bantaran sungai di wilayah perkotaan juga berperan sebagai
pelerai dan atau penghalau kecepatan angin, menyerap berbagai bentuk polutan,
serta mampu mengendalikan iklim mikro, yang erat kaitannya dengan kenyamanan
lingkungan hidup. Peranan fungsi jasa hidrologis vegetasi riparian, seperti
halnya peranan fungsi vegetasi secara umum telah banyak diungkap oleh beberapa
akhli hidrologi. Namun demikian secara spesifik bahwa vegetasi riparian lebih
mampu dalam pengaturan tata air baik pada waktu musim penghujan dan kemarau.
Jasa lain, vegetasi riparian yaitu kemampuan vegetasi dalam merubahan besaran
unsur-unsur hara mineral dan atau sifat fisik-kimia baik air maupun tanahnya.
Bantaran sungai
adalah areal sempadan kiri-kanan sungai yang terkena/terbanjiri luapan air
sungai, baik pada periode waktu yang pendek maupun periode waktu yang panjang,
yang merupakan daerah peralihan (eketon) antara ekosistem akuatik dengan
ekosistem daratan. Sebagai eketon, daerah bantaran sungai mempunyai peranan
penting antara lain :
Ø menyediakan habitat yang unik bagi
biota.
Ø Keanekaragaman hayati yang tinggi :
Hutan aluvial, Satwa liar ((burung, mamalia, reptilia, reptil dll)
Ø Produktivitas biologi tinggi : Hutan
basah, Perikanan, Burung
Ø Mengatur interpath dynamics : Suplai
bahan organik ke ekosistem akuatik (sungai), Penyimpan hara untuk aliran
permukaan lahan pertanian, Mempengaruhi pergerakan serta migrasi burung dan
mamalia
Ø Indikator dari perubahan hydroklimat
: Sensitif terhadap external control
Ø Mempunyai visual quality yang kuat :
Mencptakan warna, varian dan citra yang berbeda, Menyediakan wilderness
exprerience, Menciptakan prospek dan refuge image
3.2.2. Bentuk fisik perairan
Bentuk fisik perairan yang terdapat
dilingkungan perairan sungai yang berada dilingkungan kampus universitas sultan
ageng tirtayasa serang bantang yaitu :
1. Bantaran
Terdapat sampah organic yang berasal dari tumbuhan sekitar
lingkungan sungai dan sampah anorganik yaitu sampah yang berasal dari limbah
rumah tangga
2. Tebing sungai
Tebing sungai yang terdapat dilingkungan perairan kampus
universitas sultan ageng tirtayasa adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil perhitungan tebing
sungai
Kemiringan
|
Lebar
|
Tinggi air
|
46 cm
|
340 cm
|
17 cm
|
3. Kedalaman
Kedalaman lumpur sungai yang terdapat dilingkungan
perairan kampus universitas sultan ageng tirtayasa yaitu 9 cm yang
pengukurannya menggunakan bambu dengan cara bambu dicelupkan kedalam sungai dan
diukur berapa kedalamannya dengan menggunakan meteran.
4. Panjang jarak bola pingpong dengan
bantaran
Panjang jarak bola pingpong dengan
bantaran ketika bola pingpong dihanyutkan diatas permukaan air pada saat waktu
1 menit berakhir yaitu sebesar 363 cm. Yang pengukuran panjang bola pingpong
menggunakan meteran setelah waktu 1 menit berakhir.
5. Lebar bola pingpong dengan tebing
sungai
Lebar bola pingpong dengan tebing
sungai yaitu 144 cm. Yang cara pengukurannya sama seperti yang dilakukan untuk
mengukur jarak bola pingpong dengan tebing sungai yaitu menggunakan meteran
setelah waktu 1 menit berakhir pada saat bola pingpong dihanyutkan.
6. Tanaman
Tanaman yang terdapat disekitar
lingkungan perairan sungai dilingkungan kampus universitas sultan ageng
tirtayasa terdiri dari tanaman seperti rumput, ilalang, pohon pisang, pohon
mangga, tanaman putri malu, dan pohon petai selong.
7. Hewan
Terdapat beberapa hewan yang berada dilingkungan perairan
sungai yaitu keong, belalang, jangkrik, ulat, semut, kumbang, laba-laba,
cacing, ikan kecil, dan telur keong.
8. Karakteristik lumpur sungai
Tabel 2. perbedaan karakteristik
lumpur didasar dan dipinggir tebing sungai
Lumpur didasar sungai
|
Lumpur dipinggir tebing sungai
|
Warna atas lumpur berwarna abu-abu
|
Warna atas lumpur berwarna cokelat
|
Warna bawah lumpur berwarna abu-abu
dan terdapat bintik-bintik
|
Warna bawah lumpur berwarna abu-abu
kehitaman
|
Baunnya lumpurnya sangat pekat
|
Baunnya sudah bercampur dengan
sampah anorganik
|
Tekstur lumpur agak sedikit lembut,
dan terdapat kerikil-kerikil kecil
|
Tekstur lumpur lembut dan terdapat
kerikil-kerikil kecil
|
3.2.3. Arah angin
Arah angin yang terjadi pada ekosistem
sungai yang terdapat di lingkungan perairan sungai kampus universitas sultan
ageng tirtayasa yaitu bila dilihat dari arus yang terjadi pada saat bola
pingpong dihanyutkan diatas permukaan air, arah angingnya terhadap bola
pingpong yaitu lebih condong kearah samping kanan atau kearah timur. Jadi dapat
diketahui bahwa arah angin yang terjadi pada saat praktikum untuk mengetahui
arah angin ketika dilakukan pengujian dengan bola pingpong yaitu bolannya lebih
bergerak kerarah samping kanan atau arah timur.
BAB IV
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari praktikum mata kuliah ekologi
perairan mengenai ekosistem sungai yang dilaksanakan di lingkungan perairan
kampus universitas sultan ageng tirtayasa dapat disimpulkan diantarannya
sebagai berikut :
2. Sungai merupakan salah satu sumber
air bagi kehidupan yang ada di bumi baik manusia, hewan dan tumbuhan.
3. Sungai bermuara ke rawa, danau,
sungai lain, dan akhirnya ke laut.
4. Sungai terbagi
atas tiga bagian. Yaitu
bagian hulu, bagian tengah, dan bagian hilir atau muara.
5. Sungai
berdasarkan terbentuknya yaitu sungai hujan, sungai gletser dan sungai campuran
6. Lingkungan fisik
perairan sungai yaitu mulai dari arus, bentuk fisik perairan, arah angin
dan lain-lain
7. Kondisi
lingkungan fisik sungai yang terdapat dilingkungan perairan kampus universitas
sultan ageng tirtayasa adalah dapat dilakukan dengan menggunakan metode arus,
arah angin, bentuk fisik perairan mulai dari kedalaman, panjang dan lebar
sungai.
8. Kondisi
ekosistem perairan sungai yang terdapat dilingkungan perairan kampus
universitas sultan ageng tirtayasa merupakan ekosistem yang pemeliharaan dan
pemanfaatannya harus selalu dijaga dan dipelihara dengan baik.
9. Melalui telaah jasa bio-hidrologi
vegetasi riparian, tampaknya jelas ada hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi antara bentuk struktur dan lingkungan fisik sungainya.
10. Untuk mengetahui lebih jauh terhadap
ciri dan karakteristik struktur sungai, perlu dikaji secara lebih mendalam
keterkaitannya dengan proses pengembangan profil sungai, dan pola aliran yang
terbentuk.
11. Dalam lansekap perkotaan, koridor
sungai bukan saja berperan atas jasa bio-hidro-loginya; namun demikian
jasa-jasa ekologis vegetasi riparian akan banyak membe-rikan peranan fungsi
sebagai penyeimbangan ekosistem lingkungan perkotaan.
5.2. Saran
Dalam melakukan praktikum
lapang mengenai ekosistem sungai harus tetap memperhatikan dan menjaga
pelestarian kondisi lingkungan perairan serta selalu menjaga kebersihan
lingkungan tersebut. Karena ekosiste sungai merupakan ekosistem yang
pemanfaatannya sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar